Bayangkan ini: Sebuah lahan kosong di pinggiran Jakarta tiba-tiba dipenuhi sekumpulan rangka besi yang luas. Sebidang hutan hijau di Kalimantan menyusut menjadi cokelat dalam hitungan minggu. Sebuah danau di Sumatera yang dulu membiru kini mengering menjadi hamparan tanah retak.
Perubahan di muka Bumi ini terjadi begitu cepat, bagai sebuah film yang diputar dengan kecepatan tinggi. Tapi, bisakah kita memiliki mata yang mampu mengamati setiap framenya? Bisakah kita memiliki semacam “video player untuk planet Bumi,” yang memungkinkan kita memutar ulang, menjeda, dan menganalisis setiap momen transformasi itu? Jawabannya adalah: Hampir.
Selamat datang di Dynamic World. Di sini, ilusi tentang peta tutupan lahan yang statis dan usang akhirnya dipatahkan. Google, bersama dengan World Resources Institute (WRI), telah menciptakan sebuah dataset yang bukan sekadar foto, melainkan sebuah narasi hidup tentang planet kita yang terus berubah. Mari Lintasbumi ceritakan sedikit.
Dynamic World, apaan sih ?
Selama puluhan tahun, peta tutupan lahan (land cover) adalah seperti sebuah potret keluarga yang diambil sekali setiap sepuluh tahun. Itu berguna, tapi tidak pernah benar-benar menangkap kenyataan yang berubah setiap hari. Data seperti MODIS atau Landsat memproduksi peta global, tetapi dengan akurasi yang sering dipertanyakan dan kelambatan dalam pembaruan yang membuatnya tidak bisa menangkap perubahan yang cepat dan tiba-tiba.
Pada 2015, Google meluncurkan Google Earth Timelapse, sebuah feature menakjubkan yang menunjukkan perubahan Bumi dari masa ke masa. Ini memicu sebuah pertanyaan yang lebih dalam: “Bagaimana jika kita bisa tidak hanya melihat perubahan itu, tetapi juga secara otomatis mengklasifikasikan apa yang terjadi pada setiap pixel, untuk setiap tanggal, hampir secara real-time?”
Dinamika inilah yang melatarbelakangi lahirnya Dynamic World. Diluncurkan pada tahun 2022, proyek ambisius ini adalah jawaban atas keterbatasan peta tutupan lahan tradisional. Ini bukan lagi soal “apa yang ada di sana pada tahun 2020?”, melainkan “apa yang ada di sana minggu lalu, dan bagaimana perubahannya sejak sebulan yang lalu?”
Jadi kenapa Dynamic? karena dataset ini menangkap perubahan permukaan Bumi yang terus bergerak, hampir secara real-time, seperti sebuah film alih-alih foto yang statis, dengan menampilkan probabilitas tutupan lahan untuk setiap pixel setiap 2-5 hari, sehingga kita bisa menyaksikan planet kita “bernapas” dan berubah.
Intinya apa dan bagaimana Dynamic World bekerja?
Dalam istilah yang paling sederhana, Dynamic World adalah sebuah dataset tutupan lahan global yang hampir real-time, dengan resolusi 10 meter, yang memberitahu Anda probabilitas setiap petak bumi (pixel) merupakan salah satu dari 9 kelas tutupan lahan. Tapi di balik kesederhanaan itu, terdapat teknologi yang revolusioner.
Otak di Balik Layar
Kebanyakan peta tutupan lahan dibuat dengan metode yang bisa dibilang “manual”. Para ahli menciptakan algoritma, melatihnya dengan sampel data, dan menjalankannya pada citra satelit. Prosesnya lambat dan rentan terhadap kesalahan.
Dynamic World membalikkan logika ini. Ia menggunakan Artificial Intelligence (AI) yang canggih, khususnya model Deep Learning, yang telah dilatih dengan ratusan ribu titik contoh dari seluruh penjuru dunia. “Bahan bakarnya” adalah data dari dua satelit Sentinel-2 milik program Copernicus Uni Eropa. Mengapa Sentinel-2? Karena satelit ini memberikan data terbuka dengan resolusi spasial 10 meter dan repetisi perlintasan setiap 5 hari—sebuah kombinasi yang sempurna untuk memantau perubahan yang cepat.
Cara kerjanya mirip seperti bagaimana otak kita belajar membedakan kucing dan anjing dengan melihat jutaan foto. AI Dynamic World telah “melihat” begitu banyak contoh pohon, air, bangunan, dan lainnya, sehingga ia bisa dengan cepat dan akurat mengidentifikasi apa yang ada dalam sebuah citra satelit baru.
Yang paling membedakannya adalah outputnya. Bukan sekadar label “ini hutan” atau “ini air”. Setiap pixel memiliki probabilitas untuk setiap kelas. Misalnya, sebuah pixel bisa memiliki: 85% kemungkinan Pepohonan, 10% Lahan Pertanian, dan 5% Rawa. Tingkat kepercayaan ini memberikan nuansa yang luar biasa, memungkinkan analis untuk menyaring data berdasarkan tingkat akurasi yang mereka butuhkan.
Kelas Tutupan Lahan
- Air (Water)
- Vegetasi Tergenang (Flooded Vegetation)
- Pembangunan/Permukaan Buatan (Built Area)
- Pohon (Trees)
- Tanaman Pangan/Pertanian (Crops)
- Padang Rumput (Grass)
- Semak dan Rampai (Shrub & Scrub)
- Lahan Gundul (Bare Ground)
- Salju dan Es (Snow & Ice)
Apa kelebihan dan kekurangan Dynamic World?
Lintasbumi sendiri telah menggunakan data dari Dynamic World di berbagai kegiatan atau project, dan menarik beberapa hal dari pengalaman itu, antara lain;
Kelebihan
- Kecepatan dan Kedekatan dengan Real-Time: Ini adalah keunggulan terbesarnya. Anda bisa melacak pembangunan infrastruktur, dampak kebakaran hutan, atau dinamika banjir hampir selagi itu terjadi. Ini seperti memiliki laporan lapangan dari angkasa setiap 2-5 hari.
- Resolusi Temporal yang Belum Pernah Ada Sebelumnya: Dengan data untuk setiap tanggal (bukan rata-rata tahunan), Anda bisa menganalisis pola musiman. Kapan musim tanam dimulai? Kapan danau itu mulai surut? Dynamic World memberikan jawaban temporal yang detail.
- Transparansi dan Nuansa melalui Probabilitas: Anda tidak “dipaksa” percaya pada satu label. Dengan data probabilitas, Anda bisa memutuskan sendiri tingkat kepercayaan yang Anda inginkan, mengurangi kesalahan klasifikasi yang kaku.
- Akses Terbuka dan Gratis: Seperti kebanyakan inisiatif Google Earth Engine, data ini tersedia untuk siapa saja, menghilangkan hambatan biaya bagi peneliti, LSM, dan pemerintah di negara berkembang.
Kekurangan
- Bukan “Kebenaran Mutlak” (Ground Truth): AI-nya hebat, tapi tidak sempurna. Masih mungkin terjadi misklasifikasi. Misalnya, atap logam berwarna biru mungkin dikira sebagai Water, atau padang rumput kering bisa diklasifikasikan sebagai Bare Ground.
- Bergantung pada Ketersediaan Awan: Sentinel-2 tidak bisa menembus awan. Jika suatu daerah selalu tertutup awan (seperti daerah tropis basah), akan ada banyak data gap dalam timeline.
- Kelas yang Terbatas: Hanya ada 9 kelas. Ia tidak bisa membedakan antara hutan primer dan sekunder, atau antara permukiman dan kawasan industri. Untuk analisis yang sangat detail, kelas ini mungkin terlalu umum.
- Kompleksitas Pemrosesan: Meski bisa diakses dengan mudah di Earth Engine, menggunakan data probabilitas membutuhkan keahlian analitis yang lebih tinggi daripada sekadar menggunakan peta yang sudah jadi.
Bagaimana mengaksesnya?
Akses Online
Google Earth Engine (GEE): Ini adalah rumah utama Dynamic World. Di sini, Anda bisa memanggil dataset tersebut, memvisualisasikannya di peta, membuat timelapse, dan melakukan analisis spasio-temporal yang kompleks langsung di cloud. Ini adalah platform terkuat untuk memanfaatkan sepenuhnya kekuatan temporal DW.
Website Dynamic World: Mereka memiliki portal khusus (https://dynamicworld.app/) yang memungkinkan Anda menjelajahi data dengan sangat intuitif. Anda bisa memilih tanggal tertentu dan langsung melihat peta tutupan lahannya, semudah browsing Google Maps.
Akses Offline
Ekspor dari Earth Engine: GEE memungkinkan Anda mengekspor data DW dalam format GeoTIFF. Anda bisa mendownloadnya untuk area dan tanggal tertentu, lalu membukanya di software GIS seperti QGIS atau ArcGIS Pro untuk analisis lebih lanjut atau pembuatan peta yang lebih estetis.
Bagaimana Dynamic World dibandingkan dengan ESRI Land Cover?
Perbandingan antara Dynamic World (Google/WRI) dan produk ESRI Land Cover untuk klasifikasi tutupan lahan sangat menarik. Keduanya adalah pemain top, tetapi dengan pendekatan dan kekuatan yang berbeda. Perbedaannya tipis-tipis saja sih, tapi krusial. Berikut komparasinya
Baca Juga : ESRI Telah Memperbarui Atlas Tutupan Lahannya Dengan Sentinel-2 Terbaru, Gratis Lho…
| Aspek | Dynamic World (Google & WRI) | ESRI Land Cover (ESRI) |
|---|---|---|
| Filosofi | Real-time & Probabilistik. Fokus pada “apa yang terjadi saat ini?” dengan nuansa ketidakpastian. | Stabil & Kategorikal. Fokus pada “apa kondisi rata-rata tahun ini?” dengan label yang pasti. |
| Output | Probabilitas untuk 9 kelas. Fleksibel, memungkinkan analisis lanjutan. | Label tunggal untuk 10 kelas. Mudah digunakan, “langsung jadi”. |
| Keterangan Waktu | Data untuk setiap tanggal tertentu. | Peta tahunan (2020, 2021, dst.) yang merupakan komposit dari data sepanjang tahun. |
| Kelas Unik | Memiliki kelas “Urban” yang sudah jadi, dan membedakan antara Crops dan Rangeland dengan lebih spesifik. |
Karena semuanya punya kelebihannya masing-masing, dua-duanya bagus, jadi harus milih yang mana dong? Jawaban mutlak “mana yang lebih baik” tentu saja tidak ada. Pilihannya sangat bergantung pada kebutuhan spesifik Anda. Namun dari pengalaman Lintasbumi, pertimbangan berikut bisa menjadi informasi.
Jika;
- Butuh Data Hampir Real-Time
- Butuh Nuansa Probabilitas
- Ingin Analisis Perubahan Cepat & Frekuensi Tinggi
Maka Dynamic World adalah pilihannya !, namun
Jika
- Butuh Data Dengan Konsistensi untuk Analisis Tren Jangka Panjang
- Anda Pengguna Setia ArcGIS
- Anda Ingin Klasifikasi yang Sedikit Lebih Detail
- Tingkat Kepercayaan terhadap Label Lebih Penting daripada Ketetapan Waktu
Maka ESRI Land Cover adalah jawabannya !
Dynamic World bukan sekadar sebuah dataset, ia adalah sebuah pergeseran paradigma. Ia mengubah cara kita berinteraksi dengan planet kita dari yang reaktif menjadi proaktif. Ia memberdayakan kita untuk tidak hanya melihat sejarah, tetapi juga menyaksikan sejarah yang sedang terbentuk.
Dengan kekuatan ini, datanglah tanggung jawab. Sebuah LSM kini bisa melacak perambahan hutan ilegal hampir selagi itu terjadi. Sebuah kota bisa memantau perkembangan permukiman kumuh secara real-time. Seorang peneliti bisa menganalisis dampak perubahan iklim pada ekosistem dengan presisi yang belum pernah terbayangkan.