Dalam geografi interaksi antara manusia dengan lingkungan mengacu pada cara-cara di mana aktivitas manusia berdampak pada lingkungan dan bagaimana perubahan lingkungan mempengaruhi kehidupan manusia. Konsep ini sangat penting untuk memahami hubungan antara manusia dan lingkungan alam mereka, termasuk bagaimana sumber daya dimanfaatkan, bagaimana tanah dimodifikasi, dan konsekuensi dari tindakan ini. Ini mencakup aspek-aspek seperti keberlanjutan, degradasi lingkungan, dan strategi adaptif yang digunakan masyarakat dalam menanggapi lingkungan mereka.
Karenanya bahasan mengenai interaksi manusia dengan lingkungannya selalu menjadi hal penting dalam sebuah analisis kondisi lingkungan. Pun dalam berbagai kegiatan project yang dikerjakan Lintasbumi, gambaran mengenai interaksi manusia dengan lingkungannya dalam dokumen project selalu diusahakan bisa digambarkan, baik itu secara non spasial seperti tabel/grafik jumlah penduduk per wilayah administrasi dan kalau bisa malah secara spasial akan lebih informatif lagi misal dalam bentuk peta jumlah atau kepadatan penduduk.
Dalam kaitannya dengan daya dukung lingkungan, misalnya seberapa jauh persediaan sumber daya air di suatu wilayah bisa mendukung semua aktivitas manusia yang tinggal di wilayah tersebut, penting untuk mengetahui seberapa besar jumlah penduduk (yang imbasnya ke jumlah kebutuhan air). Serta di mana saja sebaran manusia-manusia tersebut tinggal di wilayah tersebut. Hal ini karena secara logika manusia akan lebih memanfaatan sumber daya air yang terdekat dari tempat tinggalnya dari pada yang jauh.
Data jumlah penduduk (di Indonesia umumnya dari BPS) biasanya diformat per wilayah administrasi baik per desa sampai per provinsi. Jika data tersebut dispasialkan dengan peta batas wilayah administrasi seperti di bawah ini, walaupun lebih informatif namun sebetulnya belum menunjukan sebaran penduduk yang sebenarnya.
Menurut beberapa referensi yang pernah Lintasbumi baca, penelitian yang dilakukan oleh Nengsih (2014)1 yang merupakan pengembangan dari penelitian Riqqi (2008)2, kini telah dikembangkan model spasial distribusi penduduk berbasis grid. Lintasbumi mengetahui secara riil model tersebut di tahun 2017 dari peta Status Daya Dukung dan Daya Tampung Air (dan Pangan) dari KLHK (versi tahun 2016). Di dalamnya unit analisis yang digunakan adalah grid. Hal itu membuat penasaran bagaimana caranya bisa tahu jumlah penduduk dalam grid-grid tersebut, atau bagaimana memodelkan sebaran penduduk di suatu wilayah dalam bentuk grid?.
Walapun itu sebaran penduduk berbasis grid bukanlah hal yang betul-betul baru. Misal sudah ada data Gridded Population of the World (GPW) yang dibuat sejak tahun 1995. GPW memiliki grid dengan resolusi dari mulai 30 detik (kira-kira 1 km di ekuator), dalam bentuk raster, yang dibuat oleh NASA. Data GPW ini free alias bisa diakses dan digunakan oleh siapa saja di bawah lisensi Lisensi Internasional Creative Commons Atribusi 4.0. Namun datanya bersifat global dan terakhir diupdate tahun 2017, data ini bisa diakses lewat Google Earth Engine seperti nampak di bawah.
Bagaimana Grid Dibuat?
Cara berikut ini mengacu kepada penelitian Syafitri (2022)3 yang juga dikembangkan dari penelitian Riqqi (2008). Pemodelan menggunakan sistem grid skala ragam dilakukan pada analisis spasial yang terdiri dari banyak jenis data dengan berbagai skala/resolusi berbeda. Sistem grid bisa mengubah data non-spasial menjadi data spasial. Konsep dasarnya adalah ada hubungan yang kuat antara jumlah penduduk dengan penggunaan / penutupan lahan di suatu wilayah.
Dari mana kita bisa memperoleh data grid dan berapa ukuran gridnya? Kita bisa membuatnya sendiri melalui software SIG semacam QGIS, ArcGIS, atau lainnya dengan berbasis kepada shp wilayah yang akan kita analisis. Selain berbasis shp sendiri (wilayah analisis), bisa juga berbasis shp indeks peta RBI contonya yang skala 1 : 5.000, atau data KLHK (sekarang Dephut). Sebagai contoh Lintasbumi biasa menggunakan grid dari peta Status Daya Dukung dan Daya Tampung Air (dan Pangan) versi KLHK skala provinsi (ukuran 30″ x 30″), dari situ jika ingin dibuat ke dalam wilayah kabupaten maka displit / diperdetail menjadi ukuran 5″ x 5″.
Berapa saja ukuran grid yang disarankan? Berikut berdasarkan penelitian Sofiyanti (2010)4
Perintah membuat grid dalam software SIG sendiri banyak pilihannya, dalam ArcGIS bisa menggunakan perintah Create Fishnet ataupun Grid Index Features, sedangkan dalam QGIS bisa menggunakan perintah Create Grid. Agar efisien, pastikan bahwa grid bertipe poligon serta yang diambil nantinya adalah hanya yang beroverlap dengan batas area yang kita analisis.
Bersambung di part 2
- Nengsih, SR. 2015. Pembangunan Model Distribusi Populasi Penduduk Resolusi Tinggi Untuk Wilayah Indonesia Menggunakan Sistem Grid Skala Ragam. urnal Ilmiah Geomatika Volume 21 No. 1 Agustus 2015: 31-36 [↩]
- A Riqqi. 2008. Pengembangan Pemetaan Geografik Berbasis Pendekatan Skala Ragam untuk Pengelolaan Wilayah Pesisir. Postgraduate Thesis. ITB [↩]
- Syafitri, AW. 2022. Analisis Daya Dukung Sumber Daya Air Permukaan Untuk Kebutuhan Air Domestik Di Kecamatan Sumber. Skripsi. Universitas Islam Sultan Agung, Semarang [↩]
- Sofiyanti, I. (2010). Metode Agregasi Sistem Grid Emisi Gas Rumah Kaca Untuk Kota Bandung. Tesis. ITB. [↩]
Leave a Reply