Dalam analisis spasial, kita sering dihadapkan pada situasi dimana data yang kita miliki hanya berupa titik-titik sampel tersebar, sementara kita membutuhkan pemahaman yang menyeluruh tentang keseluruhan area. Disinilah interpolasi berperan sebagai jembatan antara yang diketahui dan yang belum terungkap. Interpolasi spasial dapat dianggap sebagai seni menebak yang ilmiah – sebuah teknik canggih untuk memprediksi nilai pada lokasi yang tidak di-sampel berdasarkan pola dari titik-titik data yang ada di sekitarnya. Interpolasi tentunya bukanlah suatu metode baru, dia sudah sangat umum digunakan sejak dulu dan secara default sudah ada di dalam software SIG semacam ArcGIS, gvSIG dan QGIS.
Bayangkan Anda memiliki peta dan Anda hanya mencatat suhu di 10 titik pengukuran. Anda ingin tahu suhu di semua tempat lainnya di peta itu. Interpolasi adalah teknik “menebak” atau “memperkirakan” nilai suhu di antara titik-titik pengukuran tersebut dengan cara yang matematis dan terukur. Inti dari semua metode interpolasi adalah sebuah prinsip dasar: “Objek atau fenomena yang letaknya berdekatan memiliki karakteristik yang lebih mirip dibandingkan dengan yang letaknya berjauhan.” Prinsip dalam geografi ini disebut “Tobler’s First Law of Geography“. Interpolasi memanfaatkan kemiripan dan kedekatan ini untuk membuat perkiraan.
Harus dicatat bahwa hasil interpolasi hanyalah sebuah model yang mencoba mendekati kondisi real, jadi tidak akan 100% tepat apapun metodenya. Meskipun menggunakan rumus matematika, interpolasi bukanlah proses yang mutlak benar. Hasilnya adalah sebuah perkiraan atau model dari kenyataan. Seninya terletak pada memilih metode yang paling tepat yang sesuai dengan sifat data dan fenomena yang sedang dipelajari. Misalnya, metode untuk menginterpolasi ketinggian tanah (yang biasanya berubah secara gradual) akan berbeda dengan metode untuk menginterpolasi tingkat polusi yang bisa menyebar secara tidak teratur.
Baik ArcGIS, gvSIG, QGIS dan software SIG lainnya menawarkan berbagai metode interpolasi yang terbagi menjadi dua kategori utama: Deterministik dan Geostatistik. Pemilihan metode yang tepat sangat bergantung pada sifat data, pemahaman terhadap fenomena yang diwakili, dan tujuan spesifik dari analisis. Jadi sebelum melakukan interpolasi anda harus benar-benar paham apa output dari interpolasi, bagaimana karakteristik data yang anda punya, dan tentunya metode interpolasi apa yang tepat.
Metode Deterministik: Pendekatan Matematis yang Terstruktur
Metode interpolasi deterministik menggunakan rumus atau fungsi matematis yang tetap untuk memperkirakan nilai di lokasi yang bukan sampel, dengan asumsi utama bahwa kedekatan atau kemiripan geometris menentukan nilai estimasi. Metode deterministik bergantung sepenuhnya pada hubungan matematis yang pasti antara titik-titik sampel yang diketahui. Intinya, jika Anda memberikan dataset dan parameter yang sama, metode ini akan selalu menghasilkan hasil yang persis sama setiap kali dijalankan. Jenis-jenis metode interpolasi deterministik antara lain;
1. Inverse Distance Weighting (IDW)
Metode IDW mengusung filosofi yang sederhana namun powerful: “pengaruh suatu titik berbanding terbalik dengan jaraknya”. Artinya, semakin dekat suatu titik sampel dengan lokasi yang ingin diprediksi, semakin besar pengaruhnya terhadap nilai hasil interpolasi. Metode ini menggunakan rata-rata tertimbang dimana bobotnya dihitung berdasarkan jarak yang dipangkatkan. Kelebihan utama IDW terletak pada kesederhanaan konsep dan kecepatan komputasinya, membuatnya ideal untuk analisis cepat dengan data yang terdistribusi merata. Namun, metode ini rentan terhadap “bull’s eye effect” (pola lingkaran konsentris di sekitar titik data) yang mengganggu estetika dan akurasi visual. Selain itu, IDW tidak mampu menghasilkan nilai di luar rentang data minimum dan maksimum yang ada, sehingga variasi ekstrem tidak dapat ditangkap dengan baik. Metode ini paling cocok untuk data yang terdistribusi secara merata dan ketika hubungan spasial mengikuti prinsip kedekatan geometris sederhana.
| Tipe Data yang Cocok | Kelebihan | Kekurangan |
| Data dengan variasi lokal yang jelas (misalnya, konsentrasi polutan, curah hujan). | Sederhana dan cepat dalam perhitungan. Hasilnya selalu berada dalam rentang nilai sampel. | Tidak memperhitungkan korelasi spasial; tidak ada estimasi kesalahan. Menghasilkan efek bull’s-eye (lingkaran) di sekitar titik sampel. |
IDW memastikan bahwa nilai yang diprediksi di mana pun di dalam area studi tidak akan melebihi nilai maksimum atau kurang dari nilai minimum yang diobservasi. Jadi dalam kasus interpolasi data curah hujan / membuat peta isohyet dari data-data curah hujan stasiun cuaca, di mana curah hujan adalah fenomena yang sangat lokal; stasiun pengamatan yang berdekatan cenderung memiliki nilai yang lebih mirip. IDW secara inheren memberikan bobot yang jauh lebih besar pada stasiun hujan yang paling dekat dengan titik yang sedang diestimasi, yang sangat sesuai dengan sifat distribusi curah hujan.
Leave a Reply