Praktisi GIS dan Inderaja walkhusus di Indonesia pastinya menggunakan beragam jenis software dan format data. Lintasbumi sendiri misalnya pernah menggunakan software GIS dan Inderaja baik yang berbayar seperti ArcGIS Desktop (versi mahasiswa), ArcGIS Pro, ataupun yang gratis alias open source seperti QGIS, dan Ilwis. Tentu masih ada lagi semisal Mapinfo Professional, GRASS GIS, SAGA GIS, gvSIG, ENVI, PCI Geomatica, SNAP dan sebagainya. Nah itu semua tuh ada ‘sesuatu’ di balik layarnya lho, dan bukan soal pembuatnya atau produsennya siapa.
Sementara dalam hal ragam bentuk data spasial (digital) yang digunakan atau dianalisis, keragaman bentuk data juga ada beberapa, ada yang berbentuk vektor, raster, atau hanya tabel. Itupun kemudian terbagi-bagi lagi kedalam format file. Misalnya saja untuk vektor ada shapefile (shp), geodatabase (gdb), geojson, KML / KMZ, dwg / dxf, dan sejenisnya. Di bentuk raster ada GeoTIFF / TIFF, JPG, IMG, asc, dan sejenisnya. Serta untuk tabel ada dbf, csv, xls / xlsx, txt dan sebagainya. Saat ini kesemua format data di atas bisa dibaca dan dimanipulasi di baik software GIS / Inderaja yang berbayar maupun yang open source, kenapa bisa begitu?
Karena ternyata itu ada hubungannya dengan istilah-istilah global yang terkait dengan framework format ataupun pengelolaan data spasial digital yang sering kita dengar istilah semacam GDAL, OGR, OGC, dan juga OSGeo. Apa sih sebenarnya itu / mereka?
GDAL
GDAL (Geospatial Data Abstraction Library) merupakan pustaka open source yang sangat berpengaruh dalam dunia sistem informasi geografis (SIG). GDAL pertama kali dikembangkan pada akhir tahun 1990-an oleh Frank Warmerdam, seorang programmer asal Kanada. Awalnya GDAL dikembangkan untuk mengelola data raster, yaitu data spasial berbasis grid atau piksel seperti citra satelit, foto udara, dan model elevasi digital. Nah si pustaka GDAL ini mendukung untuk bisa membaca puluhan format raster populer, termasuk GeoTIFF, IMG, dan NetCDF.
Tidak hanya sekadar membaca, GDAL juga mampu melakukan berbagai manipulasi data seperti reproyeksi, pemotongan, mosaik, dan konversi antar-format. Fleksibilitas ini menjadikan GDAL sebagai komponen inti dalam banyak perangkat lunak geospasial, baik komersial maupun open source. Pada awal 2000-an, GDAL mulai diadopsi secara luas oleh berbagai proyek perangkat lunak open source seperti MapServer dan GRASS GIS. Popularitasnya meningkat cepat karena GDAL bersifat bebas, stabil, serta mendukung banyak format data. Sejak saat itu, GDAL menjadi komponen inti dalam ekosistem geospasial, baik di dunia open source maupun perangkat lunak komersial. Dalam praktik sehari-hari, banyak di antara kita tidak menyadari bahwa perangkat lunak yang kita gunakan sebenarnya berjalan di atas fondasi GDAL.
GDAL awalnya dikembangkan dalam bahasa C / C++, dan pada perkembangannya juga dikembangkan dalam bahasa python, java, NET / C#, Rust, R, dan lainnya. Tak heran GDAL kini juga terintegrasi dengan teknologi cloud-native geospatial dan layanan daring, seperti akses langsung ke data dari Google Earth Engine, AWS S3, dan berbagai API geospasial. Hal ini membuat GDAL tetap relevan di era big data dan analisis berbasis cloud. Salah satu software GIS yang berbasis GDAL adalah QGIS, sedangkan ArcGIS tidak sepenuhnya (karena mempunyai pustaka sendiri), namun ada juga di dalamnya utamanya untuk membaca data raster saja (misal membaca format raster open source seperti NetCDF).
Jadi kalau ditanya apa itu GDAL?, jawabannya adalah dia sebuah pustaka open source yang bisa ditanamkan ke aplikasi untuk bisa membaca dan memodifikasi berbagai format data raster.
OGR
Seiring berkembang pesatnya kebutuhan format data, Mr. Frank Warmerdam juga kemudian mengembangkan si GDAL ini tidak hanya untuk data raster, ia kemudian memperluas cakupannya dengan menambahkan kemampuan untuk data vektor, yang disebut OGR kalau panjangnya adalah OpenGIS Simple Features Reference Implementation. Jika raster berhubungan dengan piksel, maka vektor berkaitan dengan titik, garis, dan poligon. OGR memungkinkan pengguna untuk bekerja dengan berbagai format vektor populer seperti Shapefile, GeoJSON, KML, maupun database spasial seperti PostGIS.
Dengan OGR, pengguna dapat melakukan operasi dasar seperti seleksi, konversi format, serta transformasi koordinat. Tadinya OGR adalah pustaka terpisah, sama dengan GDAL, si OGR juga dasarnya adalah bahasa C / C++. Nah pada tahun 2005 OGR diintegrasikan dalam GDAL, dan integrasi OGR ke dalam GDAL menciptakan satu pustaka terpadu yang mempermudah pengolahan data raster maupun vektor dalam satu kerangka kerja. Efisiensi ini menjadikan GDAL+OGR sebagai salah satu teknologi paling penting dalam ekosistem perangkat lunak geospasial modern. Nama OGR sendiri tidak lagi diperlakukan sebagai singkatan yang “resmi”. Dalam dokumentasi terbaru GDAL, OGR lebih dianggap sebagai nama modul untuk bagian vector processing dari GDAL.
Jadi kalau ditanya apa itu OGR?, jawabannya adalah dia sebuah pustaka open source yang bisa ditanamkan ke aplikasi untuk bisa membaca dan memodifikasi berbagai format data vektor dan saat ini menjadi bagian di dalam GDAL.
Leave a Reply