Banyaknya software pengolah data spasial, menjadikan saat ini pengguna SIG mempunyai banyak pilihan untuk menganalisis informasi-informasi spasial. Tentunya semua software-software tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing, dan itu menjadi satu landasan penting untuk memilih mana yang lebih efektif dalam mengolah data spasial. Jarang sekali atau bahkan mungkin tidak ada software (termasuk di bidang apapun selain SIG) yang mempunyai segala fasilitas yang ideal dan mumpuni untuk segala hal. Jadi jangan heran jika penggunan SIG menginstall beberapa software SIG dalam komputernya.
Memang dalam implementasi SIG, analisis data spasial banyak sekali cabangnya. Contoh saja misal dari sisi format data, ada analisis data vektor dan analisis data raster, yang tentu saja toolsnya akan berbeda dan masing-masing pembuat softwarepun mempunyai algoritmanya sendiri-sendiri. Masing-masing tools analisis berdasarkan format data tersebut juga terbagi lagi menjadi beberapa cabang, dan masing-masing software mempunyai kategorisasinya sendiri-sendiri untuk itu.
Misalnya saja jika di ArcGIS (Desktop ataupun Pro) ada yang namanya ArcToolbox, di QGIS ada yang namanya Processing Toolbox. Lalu sebagai tambahan tools di ArcGIS ada yang namanya extension (yang bahkan ada yang berbayar), sedangkan di QGIS ada yang namanya Plugin, pada Mapinfo, gvSIG, dan lain-lain pun demikian. Sebut saja yang namanya 3D analyst, spatial analyst, spatial statistic, dan sebagainya (ArcGIS) atau Raster Terrain Analysis, Vector Analysis, dan sebagainya (QGIS). Dari sekian banyak yang sering digunakan salah satunya adalah (tools) analisis topografi, khusunya membuat kontur. Namun untuk analisis topografi itu, selain software SIG juga ada software yang sudah sejak lama mengkhususkan diri dalam topik-topik data topografi yaitu Surfer.
Baca juga : Siapa Juaranya Dalam Membuat Kontur ?
Surfer
Saya mengenal software ini sejak tahun 90-an akhir, namun baru benar-benar bersentuhan secara teknis di tahun 2000-an. Saat ini namanya lengkap surfer sedikit berubah dilengkapi dengan nama perusahaannya yaitu Golden Software Surfer. Jika membaca beberapa info di web, Surfer sudah lama dikembangkan yaitu dari pertengahan tahun 80 an atau sudah 40 tahunan. Di 90 an itu, saya tahunya Surfer ini bisa membuat tampilan 3 dimensi dari daya xyz (dari excel), yang bentuk tampilan akhirnya seperti jaring (wireframe), seperti nampak di bawah ini. Itu pun tampilannya tidak secanggih sekarang.
Nah, menyambung tulisan sebelumnya yang membahas perbandingan kualitas tampilan shp kontur di beberapa software SIG, kali ini saya ingin berbagai tutor bagaimana membuat shp kontur dari Surfer.
Adapun data dasar yang digunakan adalah data DEMNAS resolusi 8 meter yang dikeluarkan oleh Badan Informasi Geospasial atau BIG. Untuk cara mendapatkan si DEMNAS ini silahkan baca postingan di web ini sebelumnya yaitu Baru! Unduh DEM Indonesia Versi BIG (DEMNAS) Resolusi 8 Meter. Data DEMNAS ini sudah bergeoreferensi yaitu Geographic WGS 1984.
Berikut adalah tahapan teknisnya;
Pertama, tentu saja kita harus sudah punya software Surfer, bagi yang belum punya dan ingin menginstallnya bisa mendownload versi terbarunya di sini, tentunya setelah menjadi member Lintasbumi terlebih dulu (login).
Kedua, setelah itu buka software Surfer, nah pada saat tampilan pertama / blank disarankan simpan dulu (save) misalkan jadi project dengan nama Surfer Kontur.srf. Baru setelah itu buka data DEMNAS nya (bisa lewat File – Open). Setelah itu di jendela yang muncul arahkan dan pilih file DEMNAS (ekstensi .tif) yang kita punya (lihat gambar di bawah).
Tunggu progress dan data tersebut akan tampil sebagai Base(raster), paduan warnanya atau color ramp yang muncul masih default yaitu greyscale atau keabuan (hitam putih) seperti nampak di bawah ini.
Ketiga, jika ingin tampilan 3 dimensi kita bisa juga memilih menu (klik kanan Map) yaitu Add to Map -> Color Relief atau 3D Surface. Sama seperti sebelumnya pada jendela yang muncul arahkan dan pilih file DEMNAS (ekstensi .tif). Tunggu progress dan data tersebut akan tampil sebagai Color Relief (lihat gambar di bawah).
Pada tampilan Color Relief, jika diklik di bagian kiri akan muncul di bagian bawah pengaturan ulang tampilan yang terdiri dari tab General, Layer, Coordinat System dan Info. Sebagai contoh pada tab General ada pilihan Color, di mana di situ kita bisa merubah paduan warna agar Relief nya terlihat lebih tajam atau sesuai keinginan kita.
Lau ada juga Z scale factor yang bisa kita rubah-rubah agar tampilan 3 dimensinya lebih ‘terasa’. Semakin angkanya dirubah mendekati 1 maka tampilan relief akan lebih tajam namun menjadi lebih gelap. Karena menggunakan DEMNAS berkoordinat geografis, maka nilai defaultnya adalah di sekitaran 1 / 100.000 (1 x 10-5) (baca : Yakin Selama Ini Bikin Hillshade Sudah Benar? Cek Di Sini !). Semakin dikecilkan nilanya maka tampilan urat reliefnya semakin tidak ada.
Keempat, barulah kota membuat data kontur. Klik icon Contour di menu atas, atau klik kanan map, Add to Map -> Contour. Pada jendela yang muncul kemudian arahkan dan pilih file DEMNAS (ekstensi .tif). Tunggu progress dan data tersebut akan tampil sebagai nama Contours… di sebelah kiri.
Kini peta kontur sudah tampil, lalu kita bisa mengatur ulang tampilan dan nilai konturnya. Jika diklik maka akan muncul di bagian bawah menu pengaturan yang terdiri dari tab Coordinate System, Info, General, Level, dan Layer.
Interval kontur default biasanya 50 meter, kita bisa atur ulang di tab Level di situ ada Contour Interval dan ganti nilai sesuai kebutuhan. Untuk nilai minimum contour pun biasanya kalau saya dirubah ke 0, karena kalau tidak dirubah biasanya mengikuti nilai elevasi terendah di data DEM. Untuk Level Method pilih saja (biarkan) Simple sesuai defaultnya.
Kemudian juga yang penting lainnya adalah penghalusan garis kontur, yang bisa kita lakukan ada tab General – Smoothing, pilih High atau sesuai keinginan, lalu lihat kemudian tampilannya apakah sudah sesuai keinginan kita atau belum.
Pada tab Level, kita juga bisa mengatur ulang warna kontur termasuk yang Major (kontur indeks) dan Minor (kontur biasa). Jika sudah digabungkan dengan peta relief maka tampilannya akan seperti gambar di bawah ini. Termasuk kita juga bisa menampilkan label konturnya beserta dengan pengaturan tampilan hurufnya.
Namun proses ini sebetulnya jarang dilakukan, karena pada akhirnya data kontur akan dilayout di software lain semacam ArcGIS ataupun QGIS alias dijadikan shp.
Kelima, jika semua sudah OK maka kini kita bisa merubahnya menjadi sebuah shp. Caranya ada dua, versi pertama klik (select) di kiri nama Contours…, lalu klik File -> Export. Pada jendela yang muncul arahkan folder dan ketikan nama shp kontur yang kita inginkan.
Setelah diketikan nama shp sesuai kebutuhan (klik Save), biasanya akan muncul jendela pengaturan lainnya seperti di nampak di bawah ini (Export Options). Namun ini jarang dirubah karena data shp nantinya akan mengikuti karakteristik data DEM nya saja. Jadi menu atau jendela ini dilewati saja, dengan klik OK. Tunggu sampai progress bar selesai. Kini Surfer sudah bisa kota close.
Versi kedua adalah klik Contours… di sebelah kiri, lalu pada tab Map Tools klik Export Contours (lihat gambar di bawah). Dengan pilihan cara ini kita bisa memilih apakah akan membuat shp 2D ataukah 3D (polyline ZM).
Keenam, kini kita sudah mempunyai shp kontur. Buka datanya di QGIS seperti contoh di bawah. Dalam attribute tablenya, hanya ada field ZLEVEL yang berisi nilai kontur sesuai yang kita set di Surfer. Karakteristik lainnya umum saja, dan jenis koordinat mengikuti DEMNAS aslinya.
Proses membuat data atau shp kontur selesai. Sebetulnya banyak yang bisa dieksplorasi di Surfer, antara lain bisa juga membuat Watershed yang menampilkan poligon-poligon basic beserta arah alirannya. Ini lumayan membantu jika kita membutuhkan data sungai namun tidak ada data resmi. Cara ekspornya menjadi shp pun sama dengan di atas.
Selain itu jika ingin, kita juga bisa melakukan layout di Surfer, karena misalnya tampilan Relief atau 3D Surface nya lebih baik dibanding ArcGIS atau QGIS.