Pernah membuat shp kontur dari data DEM? Puaskah anda dengan hasilnya? Pertanyaan-pertanyaan itu kadang muncul jika hasil contouring atau menggenerate garis kontur dari data DEM masih membuat mengernyitkan dahi. Salah satu hal yang menjadi indikator kepuasan membuat garis kontur adalah kehalusan garis, hal lainnya adalah ukuran file yang dihasilkan.
Hasil sebuah analisis menggunakan tools (yang sama) pada software SIG yang berbeda, tentu akan berbeda-beda juga hasilnya. Pasalnya masing-masing software SIG sudah pasti menggunakan algoritma ataupun bahasa program dan parameter yang berbeda di dalam toolsnya masing-masing.
Salah satu tools atau analisis yang umum dijalankan di software SIG dan Inderaja adalah membuat garis kontur. (Informasi) garis kontur atau garis pada peta yang menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian / elevasi yang sama, memang penting untuk digambarkan kaitannya terutama kaitannya dengan memunculkan kenampakan topografi suatu wilayah.
Baca juga : Modulo, Cara Mudah Membuat Kontur Indeks Pada ArcGIS dan QGIS
Kenampakan topografi merupakan salah satu informasi penting misalnya dalam kegiatan perencanaan dan pembangunan. Contoh riil misalnya perencanaan pembuatan bendungan atau waduk, pasti akan melihat mana lokasi yang berlembah dan berbukit, berapa ketinggian pastinya dan bisa diperkirakan volume bendungan atau waduknya, berapa luas yang tergenang, dan seterusnya. Di bidang perkebunan misalnya akan bisa dilihat secara visual dari kontur, mana wilayah datar dan curam yang cocok dan tidak cocok untuk ditanami komoditas. Serta contoh-contoh lainnya yang mengindikasikan kenampakan topografi penting diperhitungkan dalam kegiatan manusia.
Modal untuk membuat sebuah peta kontur dalam SIG tentu saja adalah Digital Elevation Model (DEM) atau data titik elevasi. Semakin detail DEM atau titik elevasinya maka akan semakin presisi garis-garis kontur yang dihasilkan di software SIG. Namun itu saja belum cukup karena juga akan dipengaruhi oleh metode atau algoritma tools kontur yang ada di software SIG yang digunakan oleh pengguna. Satu hal yang harus diingat adalah bagaimanapun tools hanyalah sebuah model. Walaupun model sudah berusaha semaksimal mungkin untuk merepresentasikan keadaan sebenarnya, namun tetap tidak akan bisa persis 100% seperti kenyataannya di permukaan bumi. Jadi tools kontur dan yang dihasilkannya hanyalah alat bantu.
Baca juga : Baru! Unduh DEM Indonesia Versi BIG (DEMNAS) Resolusi 8 Meter
Data yang digunakan adalah DEMNAS yang mempunyai resolusi 8 meter, pada koordinat GCS WGS 1984, dan tentu saja nilai elevasinya sudah dalam meter. Data DEMNAS yang digunakan mempunyai nilai ketinggian minimum 35,4 dan maksimum 1347,5 meter.
Interval kontur yang digunakan adalah 50 meter. Untuk menampilkan shp-shp kontur (mengkomparasi), digunakan QGIS LTR 3.22.12. Berikut adalah penjelasan dan komparasi hasil contouring dari beberapa software yang pernah dicoba oleh Lintasbumi.
Contouring Di ArcGIS (Desktop dan Pro)
Di ArcGIS, tools untuk membuat kontur ada di ArcToolbox (atau Geoprocessing jika di ArcGIS Pro). Terdapat 2 lokasi yaitu di 3D Analyst Tools -> Raster Surface -> Contour dan di Spatial Analyst Tools -> Surface -> Contour. Berbeda dengan tools slope atau lereng, pada tools ini z factor tetap 1 karena walapun DEMNAS dalam koordinat GCS WGS 1984 yang notabene satuannya derajat, namun nilai elevasinya sudah dalam meter jadi tidak perlu ada faktor konversi lagi.
Hasil dari tools contour ini adalah sebuah shp yang total ukuran file (gabungan shp, dbf, prj, sbn, sbx, shx) sebesar 23,9 mb. Atributte tablenya berisi kolom Id dan Contour (selain FID dan Shape), di mana tercipta 1009 fitur atau garis kontur. Penampakannya seperti berikut.
Contouring Di QGIS
Sementara untuk melakukan pembuatan kontur di QGIS, juga ada beberapa pilihan. Setidaknya ada 3 lokasi di mana ada perintah pembuatan garis kontur, yang pertama di GDAL -> Raster Extraction -> Contour. Lalu yang kedua di SAGA -> Features – Feature Raster Tools -> Contour Lines from Raster, dan yang ketiga jika QGIS nya plus Grass maka ada juga di Grass GIS -> Raster -> r.contour.step.
Berikut salah satu tools yang dibuka (Grass). Di mana cukup simple, tidak perlu memasukan z factor seperti di ArcGIS. Pada tools ini interval kontur diisikan di Increment between contour levels yaitu 50. Minimum = 0 dan maksimum = nilai DEMNAS tertinggi atau default (10000). Output shp ditentukan sendiri.
Hasil dari tools itu adala sebuah shp, di mana ukuran shp (gabungan shp, dbf, prj, shx) untuk hasil dari tool GDAL adalah 10 mb, dari tool SAGA juga sama 10 mb, dan dari tool GRASS 14,9 mb. Jadi ternyata ada yang berbeda ukuran filenya. Namun kalau dari kenampakan visual ketiganya sama atau 100% berimpit.
Field atau kolom dalam shp yang dihasilkan juga berbeda-beda antar tools. Jika di shp hasil GDAL selain kolom FID dan Shape, berisi 2 lagi yaitu kolom ID dan ELEV, di hasil SAGA berisi ID dan VALUE, sedangkan di hasil GRASS berisi 1 kolom saja yaitu LEVEL. Hal menarik lainnya adalah jumlah fitur yang tercipta juga berbeda, jika di shp hasil GDAL tercipta 1014 fitur, maka di hasil SAGA tercipta 1020 fitur, dan di hasil GRASS tercipta 1017 fitur. Tapi jika diperhatikan gapnya tidak terlalu jauh, masih di seputar itu. Nah jika dibandingkan dengan hasil dari ArcGIS maka tools kontur QGIS ternyata menghasilkan fitur lebih banyak, namun ukuran filenya lebih kecil.
Komparasi Kontur ArcGIS vs QGIS
Dari segi smooth atau kehalusan, hasil kontur QGIS lebih halus jika dibandingkan dengan kontur ArcGIS, terutama pada lekukan. Seperti nampak pada gambar di bawah ini (warna kuning = shp QGIS, warna hitam = ArcGIS). Namun jika dizoom pada skala global, maka secara umum keduanya sama.
Mantab saudara ku nana rus