Graphical Modeler Si Model Builder Ala QGIS

Graphical Modeler Si Model Builder Ala QGIS

Terkadang analisis data spasial dalam SIG (software SIG) memerlukan lebih dari satu alat analisis. Untuk mempermudah biasanya rangkaian analisis tersebut dilakukan menggunakan sebuah model, hal itu juga agar rangkaian tersebut bisa diterapkan pada data lainnya (iteratif). Dalam QGIS model tersebut dinamakan Graphical Modeler.

Bagaimana model itu bekerja dalam software QGIS? Apa saja kelebihan dan kekurangan model itu dikomparasi dengan model builder pada ArcGIS? Sudah menjadi pengetahuan umum bagi praktisi SIG, bahwa secara jelas software QGIS dan ArcGIS adalah dua software yang bersaing. Kemampuan kedua software itu sama dalam hal mengelola dan menganalisis data spasial baik vektor ataupun raster, baik offline maupun online. Hal yang paling jelas sebagai pembeda adalah QGIS bersifat terbuka alias opensource, sebaliknya ArcGIS bersifat komersil alias lisensinya berbayar. Jika dikomparasi aspek kemampuan dan fasilitas-fasilitas di dalamnya, kedua software tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

Berdasarkan pengalaman Lintasbumi menggunakan kedua software itu, dalam menjalankan tools analisis atau geoprocessing, nampaknya ArcGIS lebih stabil dan tidak ribet, sementara di QGIS terkadang suka rewel dan tidak stabil (gagal memproses), padahal input data yang digunakan sama dan tidak bermasalah. Misalnya di QGIS sering gagal karena data yang diinput katanya harus di fix geometry terlebih dulu, namun setelah diproses fix geometry dan diinput lagi ke dalam tool dimaksud, tetap saja gagal. Sementara tanpa diapa-apakan, data itu sukses diproses di tool yang sama di ArcGIS. Masalah lain misalnya terkadang jika ukuran data besar, QGIS lemot dalam memprosesnya dan resiko kegagalan prosesnya juga besar. Namun di sisi lain struktur QGIS tidak banyak berubah dari sejak versi ‘jadulnya’ sampai saat ini, jadi malah relatif mudah difahami atau dipelajari jika dibandingkan misalnya dengan ArcGIS versi 9.x, 10.x, dan kini Pro.

Terlepas dari berbagai kekurangan dan kelebihannya, menurut Lintasbumi tetap saja QGIS merupakan sebuah software SIG alternatif yang relatif lebih lengkap kemampuan dan toolnya dibandingan software SIG opensource lainnya. Semua pada akhirnya akan kembali ke penggunanya dan ditentukan juga oleh kebutuhannya masing-masing.



Graphical Modeler

Salah satu hal yang QGIS ‘tidak mau kalah’ dibandingkan dengan ArcGIS adalah fasilitas pembuatan model (analisis). Jika di ArcGIS dikenal Model Builder, maka di QGIS juga ada yaitu namanya Graphical Modeler. Lintasbumi mencoba membahas sedikit pengenalan tentang si Graphical Modeler ini, dengan menggunakan QGIS 3.x. Menu ini bisa diakses dari Processing – Graphical Modeler.

Tampilan Graphical Modeler (Model Designer)

Secara garis besar menu utamanya adalah Input dan Algorithms. Input adalah jenis-jenis data yang akan diproses oleh algorithm (tools), sedangkan algorithm adalah tipe-tipe perintah (tools) yang ingin dijalankan dan atau dihubungkan. Di atasnya adalah menu untuk membuka dan menyimpan model, zoom, running model, dan seterusnya.



Membuat Model

Lintasbumi akan membahas penggunaan si Graphical Modeler ini dengan contoh sebuh skenario analisis lereng. QGIS yang digunakan adalah versi 3.22.2 Biatowieza. Skenarionya adalah membuat peta lereng dari DEMNAS, dengan garis besar tahapannya adalah sebagai berikut;

  • Define projection DEMNAS (hasil download DEMNAS biasanya masih undefined projection)
  • Mosaic DEMNAS
  • Reproject demnas ke UTM (karena z factor di tools slope pada QGIS biasanya tidak berpengaruh)
  • Pembuatan lereng dalam persen
  • Reklasifikasi lereng menjadi 5 kelas
  • Clip lereng sesuai batas administrasi
  • Konversi raster lereng menjadi shp lereng

#Langkah 1, buka jendela / menu Graphical Modeler

#Langkah 2, define projection DEMNAS sebanyak 2 data, dalam kasus ini digunakan DEMNAS yang masuk wilayah administrasi Kota Bogor dan ada 2 sheet, sehingga melakukannya sebanyak 2 kali juga. Dalam hal ini jenis koordinat / proyeksi DEMNAS dirubah menjadi Geographic Coordinate – WGS 1984 (EPSG 4326).

 

Cari perintah assign projection (untuk raster)

Hal ini dilakukan 2 kali karena ketika di dalam model perintah tersebut tidak bisa dijalankan sebagai batch, berikut tampilan awal di dalam model.

 

#Langkah 3, Merge Raster (DEMNAS), cari perintah GDAL – Raster Miscellaneous – Merge dalam Algorithms dan masukan ke dalam model (drag). Lalu pada jendela perintah Merge di Input Layer klik titik tiga di kanan dan pilih ‘Layer with projection…’ semua raster yang didefine, kemudian Output data type = Unsign 16 Byte Integer (UInt16). Klik OK 2x dan model menjadi tersambung. Dalam contoh ini hasil merge tidak didefinisikan, hanya menjadi temporary layer saja.

 

#Langkah 4, reproject raster hasil merge menjadi UTM, dengan perintah GDAL – Warp (reproject). Dalam input layer pilih setting – Algorithm Output, dan tentukan inputnya adalah hasil merge, dan di bawahnya source CRS = EPSG 4326 dan target CRS : UTM WGS 1984 Zone 48S / EPSG 32748 (wilayah Bogor), yang lain mengikuti default. Klik OK dan kini masuk tersambung di dalam model.

#Langkah 5, membuat peta lereng, dengan memasukan perintah Raster Analysis – Slope. Di mana Input layer = output Warp, Slope expressed as percent instead of degrees = Yes, yang lain tetap mengikuti default, klik OK dan modelnya kembali menjadi tersambung.

#Langkah 6, reklasifikasi kelas lereng dengan perintah Raster Analysis – Reclassify by table, pengaturannya adalah sebagai berikut; Raster layer = Algorithm output dalam hal ini slope, kemudian klik pada Reclassification table pojok kanan titik 3, masukan nilai minimum, maximum, dan value (baru). Di sini kelas mengikuti standar 5 kelas lereng yaitu 0 – 8%, 8 – 15%, 15 – 25%, 25 – 40%, dan > 40%. Nilai maksimum diperkirakan 1000 (bebas), dengan nilai baru masing-masing menjadi 8, 15, 25, 40, dan 41.

#Langkah 7, memotong hasil reklasifikasi menjadi yang masuk wilayah kota Bogor saja, tentu saja dengan perintah Clip. Masukan perintah Clip raster by mask layer, sebagai Input layer = Using algorithm output => hasil reklasifikasi, Mask layer = Shp batas administrasi yang sudah ditampilkan di QGIS dalam hal ini Batas Administrasi peta RBI, yang lain mengikuti default. Klik OK dan modelnya masuk tersambung.

#Langkah 8, mengkonversi raster hasil clip menjadi shapefile dengan perintah Raster Pixels to Polygon. Atur Raster layer dan beri nama Vector Polygon sebagai output nya, misal Lereng Kota Bogor.

Setelah itu jangan lupa memberi nama model dan properties nya, misalnya Lereng, lalu simpan atau save. Model lengkap tampak seperti gambar di bawah ini. Tidak seperti di ArcMap yang mana input datanya menjadi satu gambar variabel tersendiri, di QGIS sudah include di dalam tools nya.

#Langkah 9 Jalankan atau Running model tersebut. Jika selesai 100% tanpa hambatan, layer hasil (Lereng Kota Bogor) akan muncul di Table of Content sebelah kiri, seperti gambar berikut (layer sudah disymbologykan).

Sampai sini model sukses berjalan, latar belakang gambar di bawah adalah 2 DEMNAS asalnya.


Memaintenance Model QGIS

Model akan tersimpan di folder models pada Processing Toolbox. Jika kedepannya model tersebut ingin dijadikan sebuah tool yang bisa diganti-ganti input dan outputnya tanpa mengedit model, maka semua input data yang penting pada model dijadikan input layer dan output diberi nama, di masing-masing tool yang penting.

Berikut ini adalah tampilan model lereng sebelumnya yang dimodifikasi, di mana input DEM 1 dan 2 didefinisikan menjadi input layer pada tool assign projection, dan output lereng hasil Clip yang berupa raster dan hasil konversi berupa shapefile juga didefinisikan sebagai output layer yang semuanya bisa diganti nantinya.

Tanpa edit, maka kini jika model dieksekusi (double click) dia akan tampil menjadi sebuah toolbar. Kita tinggal menentukan data-data DEM lain yang berkarakter sama dengan DEMNAS sebagai bahan untuk analisis selanjutnya.

Misalnya jika ternyata wilayah administrasi yang akan kita analisis lerengnya lebih dari 2 DEM, maka tetap modelnya diedit lagi dan tambahkan input layer baru pada assign projection dan merge nya.



About Lintas Bumi 129 Articles
Lintas Bumi adalah blog berbagi info, trik, dan data seputar dunia informasi geospasial baik nasional ataupun global.

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*