2) Pendekatan Daya Dukung LH Berbasis Peta Kemampuan Lahan
Jika teman-teman tidak mendapatkan data DDDT LH versi KLHK, masih ada pendekatan lain, yaitu membuat peta kemampuan lahan. Hal ini sesuai dengan Permen LH No. 17 tahun 2009 tentang Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup Dalam Penataan Ruang Wilayah. Sesuai Permen tersebut untuk membuatnya harus mempersiapkan antara lain peta kedalaman tanah (di atas / di bawah batuan), tekstur tanah, drainase tanah, lereng, banjir, erosi. Rujukan kelas kemampuan untuk masing-masing jenis data ada di Permen LH tersebut atau bisa merujuk dokumen lain, lalu diinput ke attribute table masing-masing shp (peta). Setelah itu semua peta dioverlay dan kelas kemampuan ditentukan dari yang mempunyai nilai hambatan terbesar (maksimum), sehingga sifatnya kualitatif.
Secara umum kelas kemampuan lahan pada pedoman tersebut dikelaskan menjadi I – VIII, di mana untuk kelas I – IV bisa direkomendasikan untuk kegiatan budidaya (pembangunan), sedangkan kelas V – VIII lebih direkomendasikan untuk dikonservasi atau lindung. Dengan kata lain kelas I – IV adalah kemampuan baik, dan kelas V – VIII kurang baik daya dukungnya. Sayangnya peta ini terbatas hanya pada daya dukung berbasis lahan, jadi informasinya sangat terbatas. Namun ini bisa jadi salah satu alternatif jika data lain tidak bisa didapatkan.
Lintasbumi lebih merekomendasikan yang ini untuk analisis daya dukung daya tampung suatu wilayah. Merujuk permen LH tersebut, selain kemampuan lahan, daya dukung dan daya tampung lingkungan mencakup juga untuk analisis daya dukung air dan daya dukung lahan yang dilihat dari sisi supply and demand. Hal ini karena basisnya bisa menggunakan data sendiri yang lebih up to date, seperti penggunaan lahan, data biofisik, produksi/produktivitas termasuk harga komoditas pangan, rujukan analisis hidrologi, jumlah penduduk, dan seterusnya.
3) Peta Daya Dukung dan Daya Tampung LH Berbasis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) dari Kementerian PU
Nah kalau yang ini secara substansi sama saja masih berbasis lahan, namun tipenya kemampuan yang dianalisis lebih beragamĀ sehingga informasi daya dukung lingkungan hidup bisa dilihat dari berbagai aspek. Hal itu mengacu pada Permen PU No. 20 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Analisis Aspek Fisik Dan Lingkungan, Ekonomi, Serta Sosial Budaya Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang. Dalam Permen ini, SKL terbagi ke dalam 9 yaitu SKL Morfologi, SKL Kemudahan Dikerjakan, SKL Kestabilan Lereng, SKL Kestabilan Pondasi, SKL Ketersediaan Air, SKL Terhadap Erosi, SKL Untuk Drainase, SKL Pembuangan Limbah, SKL Terhadap Bencana Alam. Adapun kemudian nilai kesembilan SKL tersebut nantinya dikalikan dengan nilai bobot yang sudah tentukan, lalu dijumlah (secara spasial juga dioverlay) dan dikelaskan lagi menjadi 5 dengan nama Peta Satuan Kemampuan Lahan untuk Pengembangan.
Salah satu yang unik menurut pengalaman lintasbumi mengolah dengan metode ini adalah pengkelasan tipe SKL nya yang kurang baku, yaitu Rendah – Kurang – Sedang – Cukup – Tinggi, dan tidak ada ‘terjemahannya’ dalam Permen tersebut. Mungkin pengguna bisa menganalogikannya dengan 5 kelas peta DDDT LH versi KLHK. Bagi yang membutuhkan buku pedomannya silahkan teman-teman bisa mengunduhnya di https://jdih.pu.go.id/internal/assets/assets/produk/PermenPUPR/2007/07/PermenPU20-2007.pdf. Dalam permen tersebut juga dijelaskan bagaimana cara menghitung daya tampung berdasarkan potensi ketersediaan air dan ketersediaan lahan menggunakan data jumlah penduduk.
Data dasar yang dibutuhkan mirip dengan kemampuan lahan sesuai Permen LH 17/2009 dengan beberapa tambahan antara lain peta jenis tanah (misal dari peta sistem lahan atau yang lebih detail), peta topografi/peta DEM (lereng), peta penggunaan/penutupan lahan, peta kerawanan bencana (gempa, longsor, atau banjir), dll.
Permisi Min, ada data .shp Peta D3TLH untuk Pulau Sumatera & Provinsi Sumatera Selatan ga ?
Ada, tks.
Min,bagi link download SHP ekoregion seluruh Indonesia